Menilik percakapan video penangkapan Coki dari sisi (sosio)linguistik


Sociolinguistik dalam sehari-hari secara singkat!

Yuk, kita bedah clip Coki Pardede saat ia ditangkap di tempat kosnya, dari sisi penggunaan bahasanya:

Dalam video clip ini, utamanya dari detik 0:20, Coki dan presumably polisi yang hendak menangkap Coki, menggunakan atau “memanipulasi” Kebatakan mereka atau mereka menggunakan their “Batak card,” dengan menyebutkan kata, “Lai” dan Bahasa Indonesia mereka diwarnai dengan dialek Batak (ini dari kuping saya sebagai outsider), di mana ada sedikit perbedaan tata Bahasa dan diksi: “Akan aku bantu juga kau, Lai!” (0:20)

Bahasa Indonesia Standard akan memprediksi: “Saya akan bantu kamu.” (Tapi siapa sih yang akan pakai kalimat ini di kehidupan sehari-hari?) 🙂

Atau Bahasa Indonesia dialek Betawi akan bilang, “Gue bantu elo, deh.”

Tapi, kita mendengar tata Bahasa yang agak beda, yang sering kita dengar dari kawan kita yang bersuku Batak. Utamanya kata “Lai” yang merupakan diksi ciri khas “Kebatakan.”

Lalu apa tujuannya? Coki dan Pak Polisi “shifted”/beralih ke Bahasa Indonesia dengan dipengaruh dialek Batak mereka adalah untuk menggarisbawahi “kesamaan” identitas mereka, yang saya baca sebagai: “Bahwa kita sama-sama orang Batak, kita akan saling membantu” (mungkin itu salah satu interpretasi dari layer yang tersirat ini).

Dari menggarisbawahi “kesamaan identitas ini” (yang diraih dengan memanipulasi Bahasa) ada dua sisi yang bisa dilihat, dan ini interpretasi saya:

  1. Untuk tujuan polisi, sang polisi berharap Coki akan lebih berkerjasama dalam proses penangkapan ini, sehingga memudahkan pekerjaannya.
  2. Coki sendiri langsung menjawab dengan logat yang sama. Sebagai alat untuk merespon “kesamaan” mereka. Dari pihak Coki tidak ada resistensi sama sekali untuk menjawab dengan logat Bataknya. Dan itu terlihat dari jawabannya, bahwa ia akan membantu (pihak polisi juga), yang saya baca sebagai upaya Coki untuk tidak mempersulit proses. Melalui penggunaan Bahasa Indonesia logat Batak, ada social gap tereduksi di sana. Jika Coki menjawab dalam bahasa gaul Jakarta, atau tidak melayani “Kartu Batak” sang polisi, ini bisa jadi menimbulkan kesan bahwa Coki tidak menyambut “ajakan” polisi untuk “mereduce” social gap ini. Dan pilihan itu, tidak akan menguntungkan Coki, yang saat itu sedang berada di posisi “powerless.” Artinya, bahwa Coki menggunakan dialek Batak ini, secara sosial, pada saat itu, bisa jadi menguntungkan bagi dia, misalnya, mungkin Polisi bisa menjadi “kurang” galak saat melakukan penangkapan (walaupun tentu tetap menjalankan tugas).

  • Dengan kata lain, bahasa di moment ini telah digunakan sebagai alat untuk “menggapai” tujuan (pribadi- agar lebih mudah prosesnya, misalnya), dan melalui menggarisbawahi their “sameness/kesamaan” identitas.

Ini adalah persimpangan antara Bahasa dengan identitas, dan untuk mencapai tujuan yang mungkin buat polisi, untuk alasan professional tapi melalui personal sources (bahasa) dan identitas, dan buat Coki, ini pun mempunyai sanksi dan “keuntungan” sosial and personal.

Leave a comment